
SAKURAINA, JAKARTA- Sejumlah pangkalan dan pengecer kompak menyuarakan ketidaksiapan peralihan distribusi penjualan elpiji 3 kilogram (kg). Per 1 Februari 2025, penjualan elpiji subsidi melalui pengecer tidak akan diperbolehkan lagi.
Salah seorang pemilik pangkalan resmi elpiji 3 krg di kawasan Kayu Manis Timur, Jakarta Timur, mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.
“Saya tidak siap jika pangkalan melayani pembelian langsung elpiji 3 kg. Karena nanti pasti repot,” ujar pemilik pangkalan tersebut yang enggan disebutkan namanya kepada media, Minggu, 2 Februari 2025.
Saat kondisi normal, pangkalan tersebut menerima pasokan sekitar 400-500 tabung gas melon per bulannya dari Pertamina Patra Niaga. Pihaknya rutin menyalurkan komoditas energi tersebut ke sejumlah pengecer dengan jumlah yang berbeda-beda. Satu pengecer bisa mendapatkan 10 tabung, 15 tabung atau 20 tabung elpiji 3 kg dalam satu kali pengambilan.
Ia memprediksi pemotongan distribusi penjualan elpiji 3 kg dari pengecer ke pangkalan resmi akan menimbulkan antrean panjang di satu lokasi pangkalan.
“Kalau kami harus mengurus langsung, pasti ramai-ramai konsumen mengumpul di tempat kami, ini yang bikin repot. Dan jujur saja, kami tidak siap,” katanya.
“Tolong DPR dengar dan lihat penderitaan rakyat, turun ke jalan kita kaum ibu semakin sulit untuk memasak karena susah mencari Gas 3 kilo, rakyat sudah susah jangan ditambah susah,” ujar sekarwati warga pondok Labu yang susah mencari kesana kemari gas 3 kilo.
Baru-baru ini ramai warga mengeluhkan langkanya Liquefied Petroleum Gas (LPG) tiga kilogram (Kg). Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Hari Nugroho menjelaskan penyebab kelangkaan ini adalah pengurangan kuota LPG subsidi pada tahun 2025.
Kuota subsidi LPG di Jakarta ditetapkan sebesar 407.555 metrik ton. Angka ini lebih kecil dibandingkan realisasi penyaluran LPG pada 2024 sebesar 414.134 metrik ton.
Selain itu, kelangkaan itu juga disebabkan libur nasional yang menghambat distribusi gas. Distribusi yang terhambat pada libur nasional kemarin hanya melakukan 50?ri alokasi pekan sebelumnya.
Terpisah, pemilik pangkalan elpiji 3 Kg Toko Baru di daerah Kayu Manis I, Dharmansyah menyampaikan tidak mengetahui pemberlakuan peralihan penyaluran subsidi gas melon. Ia mengaku belum mendapatkan informasi langsung tersebut dari Pertamina.
“Saya tidak tahu soal itu. Tapi, jika itu diterapkan tentu bikin saya pusing,” katanya.
Dharmansyah menuturkan satu tabung gas melon dipatok harga Rp16 ribu. Ini sesuai ketentuan harga eceran tertinggi (HET) yang diterapkan Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 4 Tahun 2015. Namun, ia tidak mengetahui pasti berapa harga per tabung elpiji subsidi yang dijual di pengecer.
“Kami biasanya kirim ke warung-warung. Soal harga biasanya beda-beda di pengecer,” ucapnya.
Sementara itu, pedagang eceran bernama Nizar mengatakan, tidak mengetahui kebijakan peralihan distribusi elpiji 3 kg sudah mulai diterapkan pada awal Februari ini. Ia mengaku kesulitan mendapatkan pasokan elpiji 3 kg.
Biasanya tokonya memasok 15 tabung elpiji dalam sehari dari pangkalan. Kini, pihaknya tidak menyediakan barang tersebut. Karena, katanya ada keterbatasan penyaluran dari pangkalan.
“Saya tidak tahu kalau sekarang beli elpiji 3 kg hanya boleh dipangkalan. Tapi, memang beberapa hari ini sudah langka mendapat elpiji 3 kg. Kemarin sisa enam tabung, sekarang kosong,” ucap Nizar.
Nizar yakin akan mengalami kerugian dengan larangan pengecer menjual gas melon. Biasanya, dalam sehari toko Nizar bisa menjual Rp330 ribu dari 15 tabung gas elpiji.
Pengecer lainnya yakni pemilik Warung Affan juga mengaku akan mengalami kerugian dengan tidak diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg. Dalam sehari, warungnya memasarkan 10 tabung gas melon.
“Saat ini di toko kami tabung gas elpiji kosong. Soal kebijakan tersebut saya baru tahu dari TikTok. Tentu ini buat rugi kami ya, tapi mau gimana lagi,” ucap dia.(*)