
SAKURAINA, JAKARTA– Aksi Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Maria Soraya Murniati, S.H., yang menghentikan jalannya sidang untuk memeriksa identitas wartawan menuai sorotan tajam. Insiden terjadi saat sidang terbuka digelar pada Rabu (6/8/2025) dalam perkara pidana nomor 295/Pid.B/2025/PN JKT.TIM terkait dugaan penganiayaan antarsopir angkot.
Sidang yang dipimpin Maria Soraya bersama dua hakim anggota, Heru Kuncoro dan Yurhanudin Kona, sempat dihentikan secara tiba-tiba karena hakim meminta surat tugas serta kartu identitas para wartawan yang meliput, termasuk Paulina Pasaribu, S.H., dari media Sudut Pandang, yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers.
Menanggapi peristiwa itu, Pemimpin Redaksi (Pemred) Sudut Pandang, Dra. Umi Sjarifah, S.H., menyampaikan keberatan dan mengecam tindakan tersebut yang dianggap tidak mencerminkan prinsip peradilan terbuka dan profesionalisme lembaga peradilan. Ia menilai, peliputan sidang terbuka oleh pers merupakan bagian dari hak publik untuk mendapatkan informasi.
“Persidangan terbuka untuk umum semestinya memberi ruang bagi media melakukan peliputan tanpa perlu izin khusus, selama wartawan menjalankan tugas sesuai etika,” ujar Umi dalam keterangannya, Kamis (7/8/2025).
Umi menegaskan bahwa seluruh wartawan Sudut Pandang dibekali surat tugas resmi dan identitas yang sah. Ia juga menyebut bahwa mayoritas wartawannya telah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan bekerja dalam koridor hukum.
“Kami siap menindak jika ada pelanggaran, tapi dalam kasus ini wartawan kami meliput sesuai prosedur. Justru tindakan hakim yang patut dipertanyakan,” tegas Umi yang juga merupakan advokat dan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.
Selain itu, ia menyoroti sikap majelis hakim yang dinilai tidak fokus saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan. Berdasarkan laporan timnya, hakim terlihat berbincang saat proses berlangsung, yang dinilai tidak mencerminkan penghormatan terhadap jalannya persidangan.
Sebagai bentuk keberatan, Umi menyatakan akan mengirim surat resmi kepada Ketua PN Jakarta Timur dan mempertimbangkan pelaporan ke Mahkamah Agung (MA) serta Komisi Yudisial (KY).
“Tujuan kami bukan mencari konflik, melainkan memastikan agar ruang sidang tetap terbuka, adil, dan menghargai tugas semua pihak,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PN Jakarta Timur terkait insiden tersebut.(red)