
Di balik gemerlapnya kota metropolitan, tersembunyi jeritan pilu yang menggema di relung hati setiap insan. Sebuah kisah nestapa yang merobek sukma, tentang rakyat Indonesia yang merindukan kehidupan tenteram, pendidikan bermutu bagi buah hati, dan sekadar makan untuk bertahan hidup.
Namun, realita menghantam bak badai dahsyat. Baru kita melaksanakan Hari Kemerdekaan, tapi Beban hidup terus menghimpit tanpa ampun, harga-harga membumbung tinggi hingga tak terjangkau, dan lapangan kerja lenyap ditelan bumi.
“Dulu, kami berpeluh keringat demi sesuap nasi. Kini, berpeluh darah pun tak cukup, untuk makan anak-anak sepulang sekolah saja kami tak sanggup, pekerjaan sudah tidak ada dan berdagang pun tidak laku dan merugi” lirih seorang ibu di aksi demo DPR (28/8) dengan mata sembab.
Ironisnya, di tengah himpitan ekonomi, rakyat dipaksa menanggung pajak yang mencekik leher. “Serasa dijajah di tanah sendiri,” gerutu seorang buruh pabrik dari Kerawang.
“Setiap rupiah yang kami peroleh dirampas oleh pajak negara,” tambahnya.
Harapan rakyat kini pupus, terkubur bersama janji-janji manis para pemimpin. Mereka mendambakan sosok yang mampu membawa perubahan, namun yang tersisa hanyalah kekecewaan mendalam. Kepercayaan pada dewan perwakilan rakyat telah sirna, digantikan oleh rasa muak dan jijik. “Dulu, kami memilih mereka sebagai wakil kami. Kini, mereka menjelma menjadi pengkhianat rakyat, melihatnya saja sudah muak dan menjijikan,” umpat seorang aktivis dengan nada geram.
Kepedihan demi kepedihan menumpuk menjadi gunung nestapa. Luka di jiwa rakyat menganga lebar, menganga hingga ke dasar kalbu. Namun, di tengah kegelapan yang pekat, masih ada setitik nyala. Nyala harapan yang takkan pernah padam. Harapan akan kebangkitan, akan keadilan, akan masa depan yang gemilang.
“Kami tak meminta kemewahan. Kami hanya ingin hidup layak, menyekolahkan anak-anak kami, dan makan kenyang,” rintih seorang ojek online di Penjompongan dalam aksi demo menuju DPR dengan suara bergetar. “Apakah itu terlalu muluk?”
Semoga tangisan ini menggugah nurani para penguasa. Semoga mereka tersadar dari mimpi buruk dan segera bertindak. Karena hanya dengan keadilan dan kesejahteraan, negeri ini dapat meraih kemerdekaan sejati.(*)