News

MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon

SAKURAINA, INDONESIA-Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana dalam kasus kematian Vina dan Eki di Cirebon, Jawa Barat.

Juru bicara MA Yanto menjelaskan PK tujuh terpidana dibagi dalam dua perkara. Pertama, PK nomor 198 PK/PID/2024 dengan pemohon atau terpidana Rivaldi Adityo Wardana dan Eko Ramadhani. PK mereka diadili oleh majelis hakim yang diketuai Burhan Dahlan dan anggota Yohanes Priyana serta Sigid Triyono.

Sedangkan, PK kedua nomor 199 PK/PID/2024 dengan pemohon Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman dan Supriyanto. Perkara ini diadili oleh Burhan Dahlan sebagai Ketua serta Jupriyadi dan Sigid Triyono sebagai anggota

“Telah dilaksanakan musyawarah dan pembacaan putusan pada hari Senin 16 Desember dengan putusan yang pada pokoknya menolak permohonan PK dari para terpidana,” kata Yanto, saat konferensi pers di Mahkamah Agung, Senin, 16 Desember 2024.

Yanto menjelaskan pertimbangan majelis hakim menolak PK ialah tidak terdapat kekhilafan para pengadil dalam mengadili para terpidana. Selain itu, majelis hakim menilai bukti baru yang diajukan para terpidana bukan merupakan bukti baru yang dapat mengubah atau menganulir putusan hakim sebelumnya.

Sebelumnya, kasus pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 kembali ramai jadi sorotan publik usai peristiwa ini diangkat ke film layar lebar. Ada delapan terdakwa yang diadili dalam kasus ini. Tujuh orang divonis hukuman penjara seumur hidup, sedangkan satu orang telah bebas dari hukuman 8 tahun penjara, yakni Saka Tatal.

Reza Indragiri Beri Usul Kepada tim kuasa hukum 7 terpidana Kasus Vina Cirebon

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan sebuah usulan kepada tim kuasa hukum 7 terpidana Kasus Vina Cirebon usai Peninjauan Kembali (PK) mereka ditolak Mahkamah Agung (MA).

Usulan itu bisa ditempuh jika tim kuasa hukum akan kembali berjuang untuk membela kliennya.

“Kalau saya boleh usul, daripada tergopoh-gopoh mengajukan PK kembali, coba justru ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi bukan Mahkamah Agung,” ujar Reza seperti dikutip Youtube Diskursus Net yang tayang pada Senin (16/12/2024).

Permohonan dari judicial review itu adalah agar Mahkamah Konstitusi mengeluarkan sebuah ketentuan bahwa barang bukti harus dibuka aksesnya untuk kedua belah pihak, baik itu penyidik dan juga terdakwa.

Transparansi barang bukti, kata Reza, untuk menciptakan keadilan atau kesamaan di hadapan hukum.

“Sebaliknya ketika barang bukti hanya bisa diakses oleh satu pihak, maka ini bertentangan dengan konstitusi karena ternyata tidak sama kedudukan di hadapan hukum antara pihak jaksa (penyidik) dengan pihak terdakwa,” katanya.

Setelah permohonan judicial review diterima, maka pihak kuasa hukum bisa melanjutkan kembali perjuangan dengan melakukan PK kedua atau bahkan ketiga.(*)

What is your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in:News