
SAKURAINA, INDONESIA- Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perbankan, terutama dalam hal pertumbuhan kredit.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan bahwa perubahan tarif PPN ini dapat memperlambat laju kredit perbankan di Indonesia, karena adanya potensi penurunan daya beli masyarakat yang mengarah pada penurunan permintaan kredit, khususnya di segmen konsumer, mikro, dan UMKM.
“Apabila daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan tarif PPN, maka dampaknya akan terasa pada terbatasnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan,” kata Andry Asmoro beberapa waktu lalu.
Menurutnya, bila pengeluaran konsumen berkurang, maka bank akan menghadapi tantangan dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah kredit yang diberikan.
Andry Asmoro juga menjelaskan bahwa sektor-sektor seperti kredit konsumsi, mikro, dan UMKM akan sangat terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN.
Masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, yang sebagian besar mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan sehari-hari, akan cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang-barang sekunder atau non-prioritas. Hal ini tentunya dapat mengurangi potensi pertumbuhan kredit di sektor-sektor tersebut, yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama sektor perbankan.Selain itu, Asmoro memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif PPN ini juga dapat mempengaruhi kualitas aset perbankan.
Ketika daya beli masyarakat tertekan, ada kemungkinan peningkatan risiko kredit macet, terutama di segmen-segmen konsumer dan UMKM yang lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi.
“Kualitas aset bank akan menghadapi tantangan besar, karena semakin banyak nasabah yang kesulitan membayar cicilan pinjaman mereka,” ujarnya.
Terkait dengan hal ini, Bank Mandiri melalui riset internalnya, yakni Mandiri Spending Index, mengungkapkan temuan menarik terkait perilaku belanja masyarakat. Kelompok masyarakat menengah ke bawah cenderung mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan pokok, sedangkan pengeluaran untuk barang-barang sekunder menjadi semakin terbatas. Artinya, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam menggunakan pendapatan yang mereka miliki, yang dapat memengaruhi daya beli secara keseluruhan.
Pertumbuhan Kredit Perbankan Tetap Tangguh
Sementara itu, meskipun ada kekhawatiran terhadap dampak kenaikan tarif PPN, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa kredit perbankan hingga Oktober 2024 tetap menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat, dengan angka 10,92 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa pertumbuhan kredit ini didorong oleh beberapa faktor positif.
Dari sisi penawaran, Bank Indonesia mencatatkan bahwa pertumbuhan kredit ditopang oleh minat bank dalam menyalurkan kredit, realokasi dana pihak ketiga yang lebih banyak dialokasikan untuk kredit, serta keberlanjutan kebijakan likuiditas makroprudensial yang diterapkan oleh BI.Kebijakan tersebut terbukti efektif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan memfasilitasi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan kepada sektor riil.
“Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit masih didorong oleh kinerja usaha korporasi yang relatif stabil. Meskipun ada tantangan eksternal, namun prospek ekonomi Indonesia diperkirakan tetap baik, yang membuat perusahaan-perusahaan tetap aktif dalam mengajukan kredit,” jelas Perry.
“Dalam hal ini, sektor korporasi menjadi salah satu pendorong utama dari pertumbuhan kredit pada tahun 2024,” sambungnya.
Secara sektoral, pertumbuhan kredit tercatat cukup merata di berbagai sektor ekonomi. Kredit sektor jasa dunia usaha, perdagangan, dan industri menunjukkan pertumbuhan yang solid, yang mencerminkan permintaan yang tetap ada meskipun ada beberapa ketidakpastian global.
Di sisi lain, pembiayaan syariah juga tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, yakni sebesar 11,93 persen yoy.
Sementara itu, kredit untuk sektor UMKM menunjukkan angka yang lebih rendah, dengan pertumbuhan sebesar 4,76 persen yoy. Meskipun demikian, kredit untuk UMKM ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan upaya pemerintah untuk mendorong sektor ini sebagai salah satu motor penggerak perekonomian nasional.
Proyeksi Pertumbuhan Kredit 2024 dan 2025
Perry Warjiyo menuturkan bahwa dengan tren yang ada, pertumbuhan kredit diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran 10 hingga 12 persen pada tahun 2024. Pada tahun 2025, BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan kembali meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian global dan domestik, serta penyesuaian kebijakan moneter yang lebih fleksibel.Namun, meskipun proyeksi ini menunjukkan optimisme, kenaikan tarif PPN yang direncanakan untuk 2025 dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proyeksi tersebut.Dampak kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat dan kualitas kredit bank menjadi perhatian utama.
Apabila kenaikan PPN mempengaruhi pengeluaran konsumen secara signifikan, maka kemungkinan pertumbuhan kredit di sektor-sektor tertentu dapat terhambat, dan kualitas aset bank juga berisiko terganggu.(*)