Economy

Tantangan Ekonomi RI yang Diproyeksi Lampaui Lima Persen di 2025

SAKURAINA, INDONESIA-Optimisme menyelimuti proyeksi pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2025. Ekonom Maybank, Myrdal Gunarto, menilai peluang Indonesia untuk melampaui pertumbuhan 5,17 persen cukup besar. Dorongan utama datang dari berbagai program fiskal yang dicanangkan pemerintah dan diyakini mampu menopang daya tahan ekonomi nasional.

“Dengan program fiskal yang diberikan pemerintah masih ada peluang untuk tumbuh lebih dari 5,17 persen,” kata Myrdal di sela Media Launcheon Maybank Indonesia di Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024.

Peluang untuk pertumbuhan ekonomi, kata dia, juga datang dari Bank Indonesia dan The Fed. Menurutnya, BI dan The Fed pada tahun depan memiliki ruang untuk penurunan suku bunga. Begitu juga dengan perkembangan inflasi yang diprakirakan bakal terjaga sesuai dengan target BI, yakni di level 2,54 persen. Myrdal menilai faktor pendorong inflasi di Indonesia masih relatif minim. Terlebih lagi, kata dia, peluang Donald Trump untuk menekan ekonomi Tiongkok juga besar sehingga menguntungkan Indonesia.

“Pada akhirnya konsumsi minyak dari China akan relatif stagnan dan pada kesempatan ini, Indonesia sebagai negara net oil importer akan mendapat keuntungan. Sehingga dari sisi fiskal, semoga tidak ada pembengkakan dari sisi subsidi untuk BBM,” kata Myrdal.

Ia berharap agar kemungkinan Donald Trump tidak langsung memukul perekonomian Amerika Serikat dan bahkan membuat pertumbuhan ekonomi negara itu meningkat. Hal inilah yang menurutnya membuat terbukanya kemungkinan penurunan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin masih memungkinkan. Sedangkan untuk penurunan suku bunga BI juga masih memungkinkan sebesar 50 basis poin.

“Penurunan suku bunga itu merupakan suatu insentif moneter dalam mendongkrak daya beli masyarakat. Dengan suku bunga yang lebih murah, cicilan jadi lebih murah. Pada akhirnya ini kita harapkan jadi penopang di Indonesia lebih baik pada tahun depan,” ujarnya.

Myrdal optimistis jika dana pihak ketiga (DPK) bakal inline atau tumbuh dengan kondusif seiring dengan kondisi ekonomi nasional. “Walaupun nanti ada kenaikan tarif PPN, tapi jangan lupa, banyak program bantuan sosial yang diharapkan bisa mendorong kenaikan DPK plus aktivitas ekonomi meningkat karena UMP naik, kenaikan gaji guru meningkat,” katanya.

Optimistis Melampaui 5 Persen

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, sebelumnya mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melampaui 5 persen asalkan berbagai kebijakan yang tepat dapat diterapkan. “Kualitas pertumbuhan juga dapat kita jaga, seperti inflasi yang hingga Agustus masih berada di angka 2,1 persen,” ujar Ferry dalam acara UOB Economic Outlook 2025 beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, harga pangan yang bergejolak (volatile food) diharapkan tetap sesuai kesepakatan, yaitu tidak lebih dari 5 persen. Selain itu, dari sisi kesejahteraan masyarakat, angka kemiskinan ditargetkan turun dari 11 persen menjadi 9,03 persen, sementara tingkat pengangguran terbuka yang saat ini berada di angka 4,82 persen diupayakan terus menurun.

Ferry menjelaskan kebijakan penurunan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia telah berdampak positif pada penguatan indeks harga saham dan nilai tukar rupiah. Menurutnya, hal ini menjadi fondasi penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 6 hingga 8 persen.

Di sisi lain, pemerintah terus memanfaatkan bonus demografi dengan memaksimalkan potensi sumber daya manusia. Hingga 2041, sekitar 70 persen dari 229 juta penduduk Indonesia diproyeksikan berada dalam usia produktif.

“Ini sangat signifikan, ditambah lagi dengan potensi sumber daya alam yang besar, seperti cadangan nikel yang mencapai 20 persen dari total cadangan dunia, serta potensi energi terbarukan,” ujar Ferry.

Ia juga menyoroti peran kelas menengah Indonesia yang kini hampir mencapai 64 persen dari total populasi. Kelas menengah adalah kelompok yang menjadi penggerak utama konsumsi masyarakat dan menyumbang sekitar 80 persen dari total konsumsi nasional.

Untuk itu, pemerintah berkomitmen mendorong pertumbuhan kelas menengah dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Prioritas utamanya adalah meningkatkan akses pendampingan, memperbaiki akses permodalan, menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku usaha kecil, serta melaksanakan program jaminan kehilangan pekerjaan bagi pekerja formal.

Perlu Lebih dari Lima Persen untuk Bersaing

Indonesia masih berjuang mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah persaingan ketat dengan negara-negara Asia. Menurut laporan Mandiri Outlook Perekonomian Global dan Domestik 2024-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran lima persen. Angka ini dianggap belum cukup untuk mengejar negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina, yang pertumbuhannya diprediksi lebih tinggi.

Vietnam, misalnya, diproyeksikan tumbuh hingga 6,1 persen tahun depan, didukung pemulihan ekspor, pariwisata, dan investasi asing langsung (FDI). Filipina juga mencatat angka yang solid dengan proyeksi 5,8 persen. Sementara itu, India melesat jauh dengan pertumbuhan hingga 7 persen. “Indonesia tidak cukup lagi hanya tumbuh di 5 persen karena negara pesaing tumbuh lebih tinggi,” tulis laporan Mandiri.

Meskipun konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masih menjadi pendorong utama ekonomi, efisiensi investasi dan peran Indonesia dalam rantai pasok global (global value chain) masih dianggap lemah. Untuk bersaing, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas dan menarik lebih banyak investasi asing di sektor strategis.

Rekor Daya Saing Indonesia

Di tengah tantangan pertumbuhan, Indonesia mencatatkan prestasi di kancah internasional. Dalam laporan World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 yang dirilis oleh International Institute for Management Development (IMD), daya saing Indonesia naik tujuh peringkat ke posisi 27, rekor tertinggi sejak pertama kali dinilai pada 1997. Pencapaian ini sekaligus menempatkan Indonesia di tiga besar ASEAN, di bawah Singapura dan Thailand.

Menurut Staf Khusus Bidang Hubungan dengan Daerah Kementerian Investasi/BKPM, Tina Talisa, kenaikan ini menunjukkan upaya pemerintah selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo telah membuahkan hasil. “Daya saing Indonesia melesat ke posisi 27, peringkat tertinggi sepanjang sejarah. Ini adalah sinyal positif bahwa kita semakin siap bersaing di kancah global,” ujar Tina.

Dalam laporan tersebut, Indonesia mencatatkan peningkatan pada tiga dari empat faktor utama yang dinilai. Di faktor Economic Performance, Indonesia naik lima peringkat ke posisi 24. Untuk Government Efficiency, terjadi kenaikan delapan peringkat ke posisi 23, sementara Business Efficiency melesat enam peringkat ke posisi 14, menjadikan Indonesia hanya tertinggal dari Singapura di Asia Tenggara. Namun, faktor Infrastructure justru turun satu peringkat ke posisi 52.

Kemudian ada tiga dari dua puluh indikator yang mencatatkan lonjakan signifikan tahun ini. Domestic Economy naik 18 peringkat, Institutional Framework melonjak 14 peringkat, dan Productivity & Efficiency meningkat 12 peringkat. Meski begitu, indikator Productivity & Efficiency dinilai masih belum optimal karena posisinya masih berada di level bawah.

Kualitas SDM Jadi Tantangan Utama

Di balik rekor daya saing global, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan laporan World Talent Ranking (WTR) 2024, Indonesia berada di peringkat ke-46 dari 67 negara dengan perolehan poin 53,4. Meski naik satu peringkat dibanding tahun lalu, skor Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura (peringkat pertama di ASEAN) dan Malaysia (peringkat kedua).

Laporan tersebut menilai SDM dari tiga aspek utama: investasi dan pengembangan, daya tarik, dan kesiapan tenaga kerja. Di aspek investasi dan pengembangan, Indonesia hanya mencatat skor 29,44. Penyebabnya adalah rendahnya anggaran pendidikan per siswa dan kurangnya pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Sebaliknya, di aspek daya tarik, Indonesia mencatat skor cukup baik, mencapai 54,19, yang menunjukkan tingginya minat tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia.
Belajar dari Vietnam dan Singapura

Vietnam dan Singapura memberikan contoh bagaimana strategi yang tepat bisa mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan daya saing. Vietnam, misalnya, memanfaatkan ketegangan geopolitik antara AS dan Cina untuk menarik investasi asing langsung. Menurut laporan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Vietnam diproyeksikan mencapai 6,1 persen pada 2024 dan 6,5 persen pada 2025. Fokus Vietnam pada sektor manufaktur juga menjadi salah satu kunci keberhasilan mereka.

“Vietnam punya populasi besar dan kelas menengah yang berkembang pesat, ditambah posisi strategis dalam persaingan kekuatan besar antara Cina dan AS,” kata peneliti di ISEAS Institute, Nguyen Khac Giang.

Amerika Serikat saat ini menjadi mitra dagang terbesar kedua Vietnam sekaligus pasar ekspor utamanya. Pada September 2023, kedua negara itu memperkuat hubungan diplomatik dengan menandatangani kesepakatan “Kemitraan Strategis Komprehensif untuk Perdamaian, Kerja Sama, dan Pembangunan Berkelanjutan.” Perjanjian ini bertujuan untuk memperluas manfaat ekonomi bagi kedua negara.

AS termasuk dalam daftar mitra strategis Vietnam yang terus berkembang, di samping negara seperti Australia, Cina, India, Rusia, Korea Selatan, dan yang terbaru, Prancis. Meski begitu, investasi besar dari AS dipandang sebagai peluang ekonomi utama bagi Vietnam.

Salah satu contohnya adalah Apple, perusahaan teknologi raksasa asal AS, yang kembali menjadi perusahaan paling bernilai di dunia tahun ini. Dalam lima tahun terakhir, Apple telah menggelontorkan lebih dari USD15 miliar (sekitar Rp234 triliun) untuk pengembangan manufakturnya di Vietnam. Negara ini menawarkan daya tarik kuat dengan biaya tenaga kerja yang rendah serta populasi muda yang besar—sekitar 58 persen dari hampir 100 juta penduduknya berusia di bawah 35 tahun—menjadikan Vietnam salah satu lokasi investasi yang paling menjanjikan.

Di sisi lain, Singapura lebih banyak bertumpu pada teknologi dan inovasi. Mengutip laman Aoshearman, negara ini terus menarik investasi di sektor semikonduktor, fintech, dan pusat data hijau. Pada 2023, Global Foundries menginvestasikan USD4 miliar untuk memperluas pabrik semikonduktor di Singapura, menciptakan 1.000 lapangan kerja baru. Pendekatan ini didukung kemitraan dengan universitas lokal seperti Universitas Teknologi Nanyang yang memastikan tenaga kerja lokal memiliki keterampilan sesuai kebutuhan pasar.

Singapura setidaknya memegang peran besar dalam pasar semikonduktor global dengan kontribusi mencapai 11 persen. Angka ini diproyeksikan terus meningkat seiring ambisi negara itu untuk menjadi pusat manufaktur canggih dunia lewat visi “Manufaktur 2030.” Selain semikonduktor, sektor petrokimia dan kedirgantaraan juga menjadi bagian dari fokus utama.

Di luar semikonduktor, Singapura serius mengembangkan ekonomi digitalnya. Negara ini semakin kokoh sebagai pusat regional untuk fintech dan pusat data. Pada 2022 saja, tercatat ada sekitar 1.580 perusahaan fintech yang berbasis di Singapura. Sebagai bagian dari strategi inovasi, Otoritas Moneter Singapura (MAS) menyuntikkan dana SGD100 juta untuk memperkuat kemampuan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan komputasi kuantum. Investasi ini masuk dalam program hibah FSTI 3.0 yang bertujuan mempercepat adopsi teknologi baru di industri jasa keuangan. Dana investasi real estate

Selain itu, pemerintah Singapura juga menerbitkan Peta Jalan Pusat Data Hijau di awal tahun ini. Rencana ini menargetkan tambahan kapasitas pusat data sebesar 300 MW, dengan fokus pada penggunaan teknologi hemat energi dan sumber daya terbarukan yang rendah karbon. Strategi ini semakin mempertegas posisi Singapura sebagai pemain utama dalam inovasi teknologi di kawasan.

Senyampang negara-negara tetangga yang terus menunjukkan geliat kemajuan, Indonesia masih harus berupaya meningkatkan efisiensi investasi dan memperkuat pendidikan tenaga kerja. Langkah ini menjadi penting untuk memastikan momentum pertumbuhan ekonomi yang stabil, sekaligus menjaga daya saing di kawasan ASEAN.(*)

What is your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in:Economy